Sabtu, 13 Juli 2013

Strategy Marketing PERUSAHAAN ASURANSI DALAM MENGHADAPI REDENOMINASI RUPIAH( Redenominasi IV)




Strategy marketing yang dibahas disini berkaitan dengan lembaga keuangan non perbankan khususnya yang terkait dengan jaminan pemindahan resiko atau Asuransi. Datangnya masa Redenominasi ini lambat atau cepat akan berpengaruh kepada semua pihak termasuk perusahaan-perusahaan non perbankan yang bergerak dibidang  jasa konsultasi keuangan. Perusahaan perusahaan ataupun lembaga-lembaga keuangan non perbankan seperti perusahaan perusahaan Asuransi memiliki produk-produk jaminan resiko yang berlangsung selama minimal 5 tahun dan paling lama seumur hidup. Dari sisi pembayaran preminya berlangsung minimal 5 tahun dan maksimum selama 17 tahun. Dengan adanya redenominasi ini maka perubahan infrastruktur terutama harus dilakukan dalam menangani pelayanan terhadap pemegang polis lama yang masa kontraknya masih berlangsung.

Strategy

Mengacu kepada Bauran pemasaran yang melingkupi 4P maka akan dibahas pula tentang target market yang perlu dituju pertama kali dalam mempertahankan existensi perusahaan-perusahaan ini. 

 Target Market

Berbicara tentang target market selalu akan terkait kepada teori mengenai targeting segmentation and positioning. Pemasaran modern secara umum terdiri dari tiga tahap yaitu: segmentasi pasar (segmenting), penetapan pasar sasaran (targeting), dan penetapan posisi pasar (positioning) (Kotler, 2007). Setelah mengetahui segmen pasar, target pasar, dan posisi pasar maka dapat disusun strategi bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari strategi produk, harga,  promosi, dan tempat atau distribusi (Assauri, 1999).  Hal tersebut berkaitan dengan loyalitas pelanggan terutama yang selalu melakukan pengulangan pembelian. Sehingga memiliki kontrak perjanjian polis lebih dari satu
  Segmentasi Pasar (Segmenting)

            Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari suatu produk ke dalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen (Kotler, 2007). Segmentasi dipakai untuk memilah pasar beragam kedalam komponen yang lebih kecil yang diprediksi memiliki sikap perilaku selera dan reaksi yang sama terhadap taktik marketing. Segmentasi menentukan kualifikasi calon pelanggan yang layak menjadi prospek potensial sasaran target marketing (Kartajaya :2007)
            Segmentasi pasar pada produk asuransi Jiwa masih dititik beratkan pada masyarakat kelas menengah keatas. Yaitu masyarakat yang kondisinya telah terpenuhi kebutuhan pokoknya. Telah bekerja dan memiliki kemampuan melakukan pembayaran premi minimal nilainya 10% dari nilai penghasilannya. Dalam masa redenominasi diharapkan diutamakan yang berada di kota-kota besar dan memiliki pendidikan.

Targeting
            Targeting adalah sasaran Pasar. Melalui proses segmentasi pasar perusahaan dapat mengarahkan program marketing dan sales pada calon pelanggan  yang paling berpeluang membeli produk dalam jumlah paling besar (Kartajaya: 2007).  Segmentasi pasar dan targeting tujuannya adalah : agar Kegiatan pemasaran akan lebih berhasil jika hanya diarahkan kepada konsumen tertentu sebagai target pasar yang dituju.

Target utama perusahaan Asuransi dalam masa redenominasi terbagi dua kelompok besar yaitu :

I. PEMEGANG KONTRAK PERJANJIAN POLIS LAMA

a. Pemegang Polis yang kontrak pembayaran preminya dan kontrak asuransinya masih berjalan

     Seluruh kontrak perjanjian polis harus diganti dengan yang baru karena nilai premi, nilai uang pertanggungan, nilai tunai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi rupiah. Nantinya jika tidak dirubah maka pemegang polis tidak akan mampu membayar preminya.

     Contoh:
    
     Bila seorang pemegang polis dengan nilai pertanggungan Rp. 10.000.000,- dengan pembayaran premi per triwulan Rp. 325.000,- sesuai dengan yang tercantum didalam kontrak perjanjian asuransi. Setelah redenominasi bunyi kontrak perjanjian asuransi  harus berubah menjadi uang Pertanggungan 10.000 dan premi Rp. 325,- Jika tidak dirubah maka setelah redenominasi maka nilai polis 10.000.000,- akan setara dengan Rp. 10.000.000.000,- dan nilai premi Rp. 325.000,-. Akan setara dengan Rp. 325.000.000.- rupiah lama. Hal ini jika tidak dirubah maka akan menyebabkan pemegang polis tidak mampu membayar premi dan perusahaan pun tidak mampu membayar klaim.

b. Pemegang polis yang kontrak pembayaran preminya telah berakhir tetapi kontrak perjanjian polisnya masih berjalan.

     Kontrak-kontrak perjanjian ini pada umumnya adalah kontrak perjanjian seumur hidup yang telah selesai masa pembayaran polisnya tapi jaminan resikonya masih berjalan sampai terjadi resiko meninggal dunia. Polisnya sudah tidak berupa polis lagi tapi berupa serifikat jaminan resiko. Sertifikat jaminan resiko ini harus dirubah nilai klaim uang pertanggungannya dan nilai tunainya agar perusahaan tetap mampu membayarkan klaim apabila terjadi resiko meninggal dunia.

c. Pemegang Polis yang kontrak perjanjian polisnya lapses atau terputus. Tetapi masih memiliki nilai tunai.

     Kontrak perjanjian yang lapses masih dibawah 5 (lima) tahun sesuai yang tercantum dalam polis masih bisa diambil kecuali yang lapses lebih dari llima tahun. Ada 3 (tiga) cara pendekatan dalam menyelesaikan hal ini :

1. Pemegang polis diminta untuk memperbaharui kontraknya dengan nilai UP yang baru dan kontrak yang baru dan program yang berbeda yang telah sesuai dengan nilai rupiah yang telah mengalami redenominasi.

2. Pemegang polis bisa mengambil nilai tunainya dengan penyesuaian nilai rupiah yang baru.

3. Pemegang polis boleh memperpanjang kontrak perjanjian polis lamanya dengan kondisi penyesuaian nilai uang pertanggungan dan nilai preminya dengan nilai rupiah yang sudah di redenominasi.

RESIKO YANG AKAN DIALAMI DALAM KONDISI INI ADALAH

B i a y a

1. Siapakah yang akan menanggung biaya perubahan polis tersebut. Selama ini pembuatan kontrak perjanjian polis sepenuhnya menjadi tanggung jawab para  pemegang polis.

2. Apakah para pemegang polis mau menanggung biaya perubahan polisnya dari kondisi lama menjadi kondisi baru?

3. Jika beban biaya perubahan kontrak perjanjian polis asuransi di bebankan kepada pemegang polis maka kemungkinan akan timbul beberapa permasalahan baru.
a. Pemegang Polis menolak dan memutuskan kontrak perjanjian polisnya
b. pemegang polis segera menarik nilai tunai polisnya. Apabila banyak pemegang polis yang menarik dananya maka perusahaan Asuransi akan mengalami Rush dan terancam kebangkrutan.
c. Pemegang polis bersedia menanggung biayanya tetapi perlu dilakukan negosiasi yang akhirnya bisa diterima oleh para pemegang polis.

Infrastruktur

Seluruh data polis yang ada di Perusahaan harus dirubah Perusahaan harus melakukan perubahan infrastruktur secara besar-besaran terutama pada system data komputerasi dan billing systems.

     II. CALON PROSPEK POTENSIAL YANG BELUM MEMILIKI POLIS ASURANSI JIWA

a. Yang sudah mengisi aplikasi dan sedang melalui tahapan proses realisasi transaksi  penutupan asuransi jiwa.

Perlu dilakukan pendekatan yang intens dan negosiasi dengan pihak calon pemegang polis agar mereka tidak membatalkan jalannya proses realisasi transaksi. Kemudian kontrak perjanjian polisnya sudah dibuat dalam kondisi rupiah yang baru.

b. yang sedang proses prospecting dan sudah menyatakan berminat untuk melakukan ikatan kontrak perjanjian polis asuransi jiwa.

     Mereka yang berada pada tahapan ini perlu mendapat penguatan sehingga tidak merubah keputusannya dan segera diberikan motivasi untuk melakukan penutupan dan merealisasikan transaksinya.

Positioning:
            Positioning adalah tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan sehingga menempati suatu posisi kompetitif yang berarti dan berada dalam benak pelanggan sasarannya (Kotler, 2007).

Perusahaan Asuransi pada masa redenominasi harus menciptakan positioning yang memberikan nilai positif kepada para pemegang polis. Biasanya perubahan kondisi masa transisi sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga mengakibatkan ingatan yang negatif di benak pelanggan seperti pada masa sanering tahun enampuluhan. Sampai sekarang trauma masyarakat pada masa sanering terhadap perusahaan asuransi banyak yang masih melekat.

Marketing Mix.
      Stragegi marketing tidak pernah terlepas dari strategi bauran pemasaran.  Marketing mix memperhatikan unsur 4P dari bauran pemasaran.
  1. Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
  2. Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai penggunaan produk oleh  konsumen secara cepat
  3. Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa kegiatan bisnis. Strategi pemasaran ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
  1. Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan masyarakat
  2. Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik dan sosial/budaya.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan untuk pemasaran : Dari sudut pandang penjual : (Kotler:2007)
  1. Tempat yang strategis (place),
  2. Produk yang bermutu (product),
  3. Harga yang kompetitif (price), dan
  4. Promosi yang gencar (promotion).
Dari sudut pandang konsumen :
  1. Kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and wants),
  2. Biaya konsumen (cost to the customer),
  3. Kenyamanan (convenience), dan
  4. Komunikasi (comunication).
Dalam Era Redenominasi Ini perusahaan perusahaan asuransi sebagai pelaku bisni dengan adanya perubahan nilai mata uang Rupiah perlu melakukan berbagai perubahan yang menyangkut ke empat faktor dalam Bauran pemasaran Berikut ini akan kita bahas satu persatu.

A. PRODUK.

Produk Lama

Dalam Masa Transisisi Seluruh kontrak perjanjian polis lama harus diganti dengan yang baru karena nilai premi, nilai uang pertanggungan, nilai tunai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi rupiah. Nantinya jika tidak dirubah maka pemegang polis tidak akan mampu membayar preminya

Produk baru

Semua produk Asuransi Nantinya harus di tarik kemudian perusahaan asuransi mengeluarkan produk baru yang telah disesuaikan dengan kondisi nilai rupiah redenominasi. Tetapi selama masa transisi pengenalan produk masih harus mencantumkan dua harga, yaitu status dengan harga rupiah lama dan status harga dengan rupiah baru. Tetapi pada saat pencetakan surat kontrak perjanjiannya angka yang tercantum adalah kondisi dengan rupiah baru setelah redenominasi. 

B. Price (harga)

Harga harus menyesuaikan dengan kondisi rupiah redenominasi. Walaupun pada masa transisi harga yang dicantumkan dalam dua kondisi yaitu sebelum redenominasi dan sesudah redenominasi. Ada tiga macam harga dalam Asuransi yaitu harga uang Pertanggungan, harga Nilai Tunai dan harga Premi.

Uang Pertanggungan

Harga uang pertanggungan adalah jaminan resiko yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis. Semua Jenis Asuransi baik itu asuransi Murni maupun Asuransi berbasis Investasi dalam kontraknya mencantumkan nilai uang pertanggungan.

Uang pertanggungan sekarang ini pada umumnya minimal bernilai  Rp. 10.000.000,-  pada masa transisi Redenominasi maka uang pertanggungan pada saat penawaran harus disebutkan dalam dua nilai. Pihak Perusahaan Asuransi juga harus menentukan Nilai uang pertanggungan minimal yang bisa disepakati dengan para calon pemegang Polis. Nilai Uang Pertanggungan minimal ini harus di ukur dengan proyeksi berbagai perubahan sejak masa transisi redenominasi hingga masa diberlakukannya Rupiah baru setelah redenominasi.

Nilai Tunai

Pada Asuransi Murni yang hanya menjamin resiko maka nilai tunai tidak ada. Tetapi pada asuransi yang berbasis investasi apapun namanya maka produk tersebut memiliki nilai tunai. Nilai Tunai Polis adalah nilai uang yang bisa ditarik pemegang polis bila terjadi pemutusan hubungan secara sepihak oleh pemegang polis. Nilainya tidak semuanya sama bergantung jenis produk asuransi investasinya, uang pertanggungan dan nilai preminya. Nilai tunai akan mengikuti nilai uang pertanggungan dan nilai pembayaran preminya. 

Perubahan nilai tunai biasanya terkait dengan biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan asuransi dan juga hasil investasi dari sejumlah premi yang dibayarkan oleh pemegang kontrak perjanjian polis. Diawal hingga beberapa tahun berikutnya jumlahnya biasanya dibawah nilai setoran premi. Tetapi ditahun tertentu jumlah nilai tunai akan sama dengan jumlah nilai premi yang dibayarkan (Break even). Kemudian ditahun berikutnya barulah pemegang polis akan melihat nilai tunai yang semakin meningkat melebihi setoran preminya. Nilai tunai Dihitung dengan cara tahunan. 

Perkiraan hasil investasi dalam masa transisi harus dicantumkan dalam dua macam nilai yaitu nilai rupiah lama dan nilai rupiah baru. Tetapi nantinya jika dicantumkan di dalam polis harus dicantumkan dalam bentuk rupiah yang telah di redenominasi. 

Nilai Premi

Nilai premi adalah nilai tabungan yang harus dibayarkan pemegang polis agar jaminan resikonya tetap berjalan. Nilai Premi untuk Asuransi murni dibayarkan hanya satu tahun sekali. Dan Kontrak asuransi Murni biasanya hanya setahun.

 Nilai premi Asuransi berbasis Investasi biasanya dibayarkan dalam triwulanan, semesteran dan tahunan. Selama masa transisi nilai premi yang tercantum dalam ilustrasi harus dicantumkan dalam dua nilai. Yaitu nilai dalam bentuk rupiah baru dan dalam bentuk rupiah lama tetapi dalam kontrak perjanjian asuransi yang dicantumkan adalah nilai rupiah setelah redenominasi.

C. Promotion

Perusahaan Asuransi biasanya melakukan promosi melalui pencetakan 

            1. Brosur dan ilustrasi.
            2. Iklan secara audio visual ataupun visual.

Dalam Strategi promosi penggunaan brosur dan iklan karena asuransi bersifat sangat personal maka harga tidak dicantumkan pembuatan brosur dan iklan lebih kepada membangun image. Tetapi dalam pembuatan ilustrasi program kepada tiap calon pemegang polis maka perbedaan nilai rupiah sebelum dan sesudah redenominasi harus dicantumkan. Sistem komputerisasi dalam pembuatan ilustrasi yang skarang harus dirubah sehingga sesuai dengan kondisi rupiah redenominasi.

D. P l a c e.

Untuk mengurangi biaya transportasi dan pengiriman serta efisiensi dan efektifitas maka perlu dipertimbangkan tentang pencetakan kontrak perjanjian polis pada tiap kantor cabang sehingga timbulnya kesalahan pencetakan akibat masa transisi nilai harga dan data-data bisa di minimalisir.

ALASAN DIBERLAKUKANNYA REDENOMINASI RUPIAH (Redenominasi III)




Redenominasi diberlakukan bukan hanya  dengan alasan menyederhanakan proses pembayaran dan mengangkat harga diri Rupiah dimata dunia. Diluar itu semua selama ini pemerintah dan pelaku ekonomi  menghadapi berbagai permasalahan yang terkait dengan banyaknya jumlah digit angka mata uang rupiah, permasalahan tersebut menjadi alasan yang semakin kuat mendorong untuk diberlakukannya Redenominasi Rupiah. Beberapa Permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut.

1. Memperkecil resiko kesalahan transaksi akibat kekeliruan dalam penulisan jumlah digit pencatatan keuangan dan akutansi.

2. Menghindari kendala tekhnis akibat banyaknya digit angka yang harus tertera pada mesin argo taksi, mesin kasir dan pompa bensin

3. Mengatasi soal keterbatasan beban penyimpanan dan pengolahan data statistik dan kapasitas sistem pembayaran nontunai seperti, anjungan tunai mandiri (ATM), kartu kredit dan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS).

4. Mengatasi inefisiensi perekonomian selama ini dibutuhkan  waktu dan biaya transaksi yang cukup besar dan pengembangan infrastruktur untuk sistem pembayaran non-tunai.

5.Jika Redenominasi tidak diberlakukan maka pemerintah harus siap Untuk mengakomodasi kebutuhan pembayaran tunai yang semakin meningkat, dibutuhkan uang baru dengan pecahan yang lebih besar. Pengadaannya tentu membutuhkan biaya yang tak kecil.
           
Kondisi-kondisi yang dapat mendukung proses redenomisasi nilai mata uang

1. Stabilitas atas harga

2. Mengendalikan inflasi

3. Laju pertumbuhan ekonomi yang stabil

4. Ketersediaan stock uang baru yang cukup sehingga tidak mempersulit masyarakat ketika ingin melakukan penukaran uang

5. mekanisme kontrol yang kuat, konsisten dan penegakan hukum yang kredibel.  Tujuan adanya  pekerjaan “kontrol”  ini adalah untuk mencegah kegagalan dan melakukan recovery.

            Perubahan nilai mata uang ini bukan sekedar hanya menghilangkan nilai 3 atau 2 nominal angka tetapi juga perubahan infra struktur secara besar-besaran dalam berbagai bidang yang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dalam masa sosialisasi saja pemerintah diperkirakan membutuhkan biaya sekitar 10 trilyun. Berikut ini adalah rencana jadwal pemerintah dalam melakukan proses redenomisasi nilai rupiah.

RESIKO YANG HARUS DIHADAPI DALAM MENJALANKAN REDENOMINASI (Redenominasi II)



I. Resiko Inflasi dampak dari beberapa aspek

a. Aspek psikologis

Wacana dan persiapan redenominasi Rupiah dengan alasan menyederhanakan proses pembayaran dan mengangkat harga diri Rupiah ada kemungkinan justru memunculkan dampak negatif berupa inflasi yang tinggi. Wacana mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1 K tidak bisa meniadakan aspek psikologis masyarakat yang tadinya terbiasa dengan jumlah uang yang besar.

Kalau aspek psikologis tidak bisa diatasi, penjual barang dan jasa akan dengan cepat melipat-lipatkan harganya. Misalnya beras sekilo yang tadinya Rp 10.000, setelah redenominasi menjadi Rp 10 K. Aspek psikologis akan membawa penjual barang dan jasa berpikir menjual beras dengan harga Rp 10 yang baru terasa sangat murah. Keuntungannya juga dirasa terlalu sedikit. Mereka dengan mudah akan cepat mencoba harga baru di Rp 12. Akibatnya bobot inflasi dari kenaikan harga beras ini langsung melonjak sebesar 20% dalam waktu cepat. Hal yang tidak akan terjadi secepat itu dengan nilai Rupiah saat ini karena dari Rp 10.000 ke Rp 12.000 justru akan memunculkan halangan psikologis berat untuk menaikkan harga sebesar itu. Ini sekedar contoh yang perlu diwaspadai dan diantisipasi.

Gejala psikologis seperti itu cenderung terjadi mencontoh hal yang sama pada saat pemerintah mengumumkan rencana menaikkan gaji PNS. Biasanya kenaikan gaji PNS belum diberlakukan tapi harga-harga sudah “menyambut” naik terlebih dulu tanpa alasan lain selain aspek psikologis penjual barang dan jasa.

b. kemalasan memberikan kembalian uang

Selama ini kembalian uang pecahan kecil diberikan dalam bentuk permen. Setelah redenominasi diberlakukan, semakin banyak kembalian berupa permen. Bahkan permen murah dihargai sangat mahal hanya karena tidak tersedia pecahan Rupiah dengan nilai kecil. Untuk toko-toko kecil, dengan alasan kepraktisan mereka akan membulatkan saja harganya ke atas sehingga inflasi yang tidak perlu justru cepat terjadi. Misalnya harga dengan Rupiah baru sebenarnya hanya Rp 12 tapi dibulatkan ke Rp 15 hanya karena kembalian Rp 3 tidak tersedia. Hal remeh-temeh seperti ini menimbulkan inflasi yang tidak perlu, tapi cepat terjadi.

Penerapan redenominasi Rupiah harus menghitung dengan “cost and benefit analysis“. Benefit yang akan diperoleh yang tangible hanyalah hilangnya 3 angka terakhir dalam setiap transaksi Rupiah. Hanya itu, tidak ada yang lain. Kalau pun ada yang lain mungkin rasa kesetaraan nilai mata uang dengan negara-negara tetangga. Tapi ini sangat semu dan relatif. Apakah memang benar-benar kesetaraan diukur dengan cara seperti ini. Sedangkan cost-nya adalah potensi hiperinflasi dalam waktu cepat yang menurunkan daya beli masyarakat. Potensi hiperinflasi itu berkisar antara 20% - 80% untuk mengambil probabilitas mediannya. Hiperinflasi 20% saja sudah akan menimbulkan penderitaan warga yang luar biasa, apalagi kalau lebih dari itu.

II. Resiko perubahan infrastruktur 

a. Biaya  yang harus ditanggung berbagai perusahaan dalam merubah infrastruktur 

Bank Indonesia mengalokasikan anggaran sebesar Rp200 miliar untuk mendukung kebijakan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Anggaran tersebut untuk mempersiapkan infrastruktur teknologi informasi dan percetakan uang rupiah nominal baru. "Itu baru biaya yang dikeluarkan Bank Indonesia ," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas di Jakarta, Rabu 23 Januari 2013.

Bank Sentral tidak akan menanggung perubahan sistem perbankan, karena itu akan ditanggung masing-masing bank. Setiap bank, katanya, memiliki sistem perbankan internal dan berbagai langkah persiapan yang berbeda-beda. Saat ini fokus utama BI dan pemerintah adalah melakukan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat. Sosialisasi akan memudahkan pemerintah untuk menerapkan kebijakan ini dengan baik. Sedangkan kepastian dimulai waktu transisi masih menunggu kesepakatan antara DPR dan pemerintah."Pak Menteri dan Pak Gubernur BI tidak bisa menentukan waktu pasti transisinya, itu hanya perkiraan tidak secara detail," katanya. (umi)

b. Bangkrut/gulung tikar

Resiko lain adalah bangkrutnya perusahaan2 yang tidak memiliki kesiapan dari segi dana dalam menghadapi perubahan infrastruktur intern perusahaan yang selama ini sudah berjalan. Banyaknya perusahaan yang bangkrut karena ketidak siapan dana dalam memperbaiki infrastruktur internnya akan berdampak sangat besar bagi kestabilan pertumbuhan ekonomi.